LAPORAN BERAT MOLEKUL VOLATIL


LAPORAN PRAKTIKUM
LABORATORIUM ILMU DASAR TEKNIK KIMIA I

SEMESTER                            :  II (DUA)
KELOMPOK                          :  XXV (DUA PULUH LIMA)
MODUL PERCOBAAN        :  BERAT MOLEKUL VOLATIL
HARI/TGL. PERCOBAAN   :  SABTU / 12 APRIL 2014

NAMA
NIM
SHINTA WIDYASTUTI
130405069


Keadaan Ruangan :
                       Tekanan Udara     :    760 mmHg
                       Suhu Ruangan       :    30 C

LABORATORIUM ILMU DASAR TEKNIK KIMIA I
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014

ABSTRAK

Cairan volatil adalah cairan yang mudah menguap pada suhu di bawah titik didih air (di bawah 100C). Percobaan penentuan berat molekul volatil ini bertujuan untuk menentukan berat molekul cairan volatil berdasarkan densitas gasnya. Dalam percobaan ini dilakukan dengan mengadakan pemanasan pada cairan volatil dalam penangas air sampai semua cairan volatil menguap. Sampel yang digunakanberisi cairan volati sepertil1-butanol, aseton, dan Parfum Victoria. Cairan volatil dimasukan ke dalam labu erlenmeyer dan ditutup dengan aluminium foil dan karet gelang lalu dipanaskan dalam penangas air. Setelah semua cairan menguap, labu erlenmeyer dimasukkan ke dalam desikator untukmendapatkan kembali fasa cair dari cairan volatil yang seluruhnya telah berubah menjadi fasa uap (pengembunan). Setelah semua uap cairan volatil mengembun, labu erlenmeyer ditimbang sehingga diperoleh berat molekul sampel.Hasil yang diperoleh untuk sampel 1-butanol pada run I diperolehberat molekul praktek sebesar 14,37 g/mol dengandensitasnya sebesar 0,48 g/L, serta menguappada penangas air sebesar 366,35 K. Pada run II diperolehberat molekul praktek sebesar 7,97 g/mol dengan densitas 0,26 g/L, serta menguap pada penangas air sebesar 364,55 K. Untuk sampel aseton pada run I diperolehberat molekul praktek sebesar 36,89 g/mol dengan densitas 1,23 g/L, serta menguap pada penangas air sebesar 364,05 K. Pada run II diperolehberat molekul praktek sebesar 33,79 g/moldengan densitas 1,13 g/L, serta menguap pada penangas air sebesar 364,35 K.Untuk sampel 1-butanol dan aseton, bila berat molekul praktek dibandingkan dengan berat molekul teori masing-masing maka akan diperoleh % ralat 1-butanol run I 80,58% dan run II 89,23% serta % ralat aseton run I 36,38% dan run II 41,74%.
Kata kunci : aseton, berat molekul, methanol, ralat, volatil
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LatarBelakang
Gas mempunyai sifat bahwa molekul-molekulnya sangat berjauhan satu sama lain sehingga hamper tidak ada gaya tarik menarik atau tolak menolak diantara molekul-molekulnya sehingga gas akan mengembang dan mengisi seluruh ruang yang ditempatinya, bagaimanapun besar dan bentuknya. Untuk memudahkan mempelajari sifat-sifat gas ini baiklah dibayangkan adanya suatu gas ideal yang mempunyai sifat-sifat :
  1. Tidak ada gaya tarik menarik di antara molekul-molekulnya.
  2. Volume dari molekul-molekul gas sendiri diabaikan.
  3. Tidak ada perubahan energy dalam (internal energy = E) pada pengembangan.
Sifat-sifat ini dimiliki oleh gas inert (He, Ne, Ar dan lain-lain) dan uap Hg dalam keadaan yang sangat encer. Gas yang umumnya terdapat di alam (gas sejati) misalnya: N2, O2, CO2, NH3 dan lain-lain sifat-sifatnya agak menyimpang dari gas ideal.
Kerapatan gas dipergunakan untuk menghitung berat molekul suatu gas, ialah dengan cara membendungkan suatu volume gas yang akan dihitung berat molekulnya dengan berat gas yang telah diketahui berat molekulnya (sebagai standar) pada temperatur atau suhu dan tekanan yang sama. Kerapatan gas diidenfinisikan sebagai berat gas dalam gram per liter. Untuk menentukan berat molekul ini maka ditimbang sejumlah gas tertentu kemudian diukur pV dan T-nya. Menurut hukum gas ideal (Ditawati, 2012).
Menentukan berat molekul senyawa volatile berdasarkan massa jenis gas dengan menggunakan persamaan gas ideal adalah salah satu alternatif lain dari metode penentuan massa jenis gas dengan alat Viktor Meyer. Persamaan gas ideal bersama-sama dengan massa jenis gas dapat digunakan untuk menentukan berat molekul senyawa volatile. Senyawa volatile merupakan senyawa yang mudah menguap, apalagi bila dipanaskan pada suhu di atas titik didih (Vanessa, 2011).
1.2  Perumusan Masalah
Permasalahan yang timbul  pada percobaan berat molekul volatile ini antara lain :
1.      Bagaimana cara menentukan berat molekul dari senyawa volatil
2.      Bagaimana menghitung dan menentukan berat molekul dari sampel senyawa volatile dari hubungan dengan densitas

1.3  Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan berat molekul volatile adalah :
1.      Mengetahui berat molekul dari senyawa volatil
2.      Menentukan berat molekul senyawa volatil
3.      Mempelajari cara penentuan berat molekul dari senyawa volatile dari hubungannya dengan densitas

1.4  Manfaat Percobaan
Manfaat yang dapat diperoleh dari percobaan ini antara lain :
1.      Praktikan dapat mengetahui berat molekul dari senyawa volatil
2.      Praktikan diharapkan dapat menentukan berat molekul senyawa volatile dari hubungannya dengan densitas

1.5  Ruang Lingkup Percobaan
Praktikum berat molekul volatile ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Fisika, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara dengan kondisi ruangan :
Tekanan Udara: 760 mmHg
Suhu Ruangan: 30 °C
Adapun senyawa volatil yang digunakan selama percobaan ini adalah aseton (C3H6O), 1-butanol (C4H9OH) dan parfum Victoria. Sedangkan alat yang digunakan adalah labu Erlenmeyer, water batch, neraca elektrik, desikator, gelas ukur, thermometer, aluminium foil, karet gelang, jarum, corong gelas, penjepit tabung dan pipet tetes. Percobaan ini dilakukan sebanyak dua run untuk setiap senyawa volatil yang digunakan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sifat-sifat Gas
Gas, sebagai salah satu sifat dan bentuk alam, memiliki karakteristik yang khas. Berbeda dengan bentuk zat lainnya, karakteristik gas sangat erat kaitannya dengan tekanan, temperatur dan volume. Beberapa teori dan hukum yang sangat mempengaruhi dalam pemahaman sifat gas yang diantaranya adalah teori kinetik gas dan hukum termodinamika. Teori kinetik zat membicarakan sifat zat dipandang dari sudut momentum. Peninjauan teori ini bukan pada kelakuan sebuah partikel, tetapi diutamakan pada sifat zat secara keseluruhan sebagai hasil rata-rata kelakuan partikel-partikel.
Teori kinetik zat membicarakan sifat zat dipandang dari sudut momentum. Peninjauan teori ini bukan pada kelakuan sebuah partikel, tetapi diutamakan pada sifat zat secara keseluruhan sebagai hasil rata-rata kelakuan partikel-partikel zat tersebut.
Karakteristik gas secara umum ialah :
1.      Gas dapat mengembang untuk mengisi seluruh ruangan yang ditempatinya.
2.      Gas sangat mudah dimampatkan dengan memberikan tekanan.
3.      Gas dapat berdifusi dengan cepat membentuk campuran homogen.
4.      Gas memberikan tekanan ke segala arah.
Suatu gas dikatakan ideal jika memenuhi kriteria sebagai berikut:
1.      Molekul-molekul gas tidak mempunyai volum.
2.      Tidak ada interaksi antara molekul-molekulnya, baik tarik-menarik maupun tolak-menolak.
3.      Gas terdiri atas partilek-partikel dalam jumlah yang besar sekali, yang senantiasa bergerak dengan arah sembarang dan tersebar merata dalam ruang yang kecil.
Jarak antara partikel gas jauh lebih besar dari ukuran paartikel, sehingga ukuran partikel gas dapat diabaikan.





1.      Tumbukan antara partikel-partikel gas dan antara partikel dengan dinding tempatnya adalah elastis sempurna.
2.      Hukum-hukum Newton tentang gerak berlaku (Andriyawati, dkk ,2012).

2.2 Hukum-hukum Gas
2.2.1 Hukum Boyle
   Berdasarkan percobaan yang dilakukannya, Robert Boyle menemukan bahwa apabila suhu gas dijaga agar selalu konstan, maka ketika tekanan gas bertambah, volume gas semakin berkurang. Demikian juga sebaliknya ketika tekanan gas berkurang, volume gas semakin bertambah. Istilah kerennya tekanan gas berbanding terbalik dengan volume gas. Hubungan ini dikenal dengan julukan Hukum Boyle. Secara matematis ditulis sebagai berikut :
PV = tetap
P1V1 = P2V2

2.2.2 Hukum Charles
Seratus tahun setelah Robert Boyle menemukan hubungan antara volume dan tekanan, seorang ilmuwan berkebangsaan Perancis yang bernama Jacques Charles (1746-1823) menyelidiki hubungan antara suhu dan volume gas. Berdasarkan hasil percobaannya, Cale menemukan bahwa apabila tekanan gas dijaga agar selalu konstan, maka ketika suhu mutlak gas bertambah, volume gas pun ikut bertambah, sebaliknya ketika suhu mutlak gas berkurang, volume gas juga ikut berkurang. Hubungan ini dikenal dengan julukan Hukum Charles.
Secara matematis ditulis sebagai berikut :
Keterangan:
o  V: volume gas (m3),
o  T: temperatur gas (K), dan
o  k: konstanta.
Hukum ini pertama kali dipublikasikan oleh Joseph Louis Gay-Lussac pada tahun 1802, namun dalam publikasi tersebut Gay-Lussac mengutip karya Jacques Charles dari sekitar tahun 1787 yang tidak dipublikasikan. Hal ini membuat hukum tersebut dinamai hukum Charles.

2.2.3 Hukum Gay-Lussac
Berdasarkan percobaan yang dilakukannya, Jose menemukan bahwa apabila volume gas dijaga agar selalu konstan, maka ketika tekanan gas bertambah, suhu mutlak gas pun ikut bertambah. Demikian juga sebaliknya ketika tekanan gas berkurang, suhu mutlak gas pun ikut berkurang. Artinya, pada volume konstan, tekanan gas berbanding lurus dengan suhu mutlak gas. Hubungan ini dikenal dengan julukan Hukum Gay-Lussac. Secara matematis ditulis sebagai berikut :
atau
dimana:
o  P adalah tekanan gas.
o  T adalah temperatur gas (dalam Kelvin)
o  k adalah sebuah konstanta.
Hukum ini dapat dibuktikan melalui teori kinetik gas, karena temperatur adalah ukuran rata-rata energi kinetik, dimana jika energi kinetik gas meningkat, maka partikel-partikel gas akan bertumbukan dengan dinding/wadah lebih cepat, sehingga meningkatkan tekanan.
Hukum Gay-Lussac dapat dituliskan sebagai perbandingan dua gas :
(Aprina, dkk., 2012).

2.2.4 Hukum Gas Ideal
Esensi ketiga hukum gas di atas dirangkumkan di bawah ini. Menurut tiga hukum ini, hubungan antara temperatur T, tekanan P dan volume V sejumlah n mol gas dengan terlihat.
Tiga hukum Gas :
Hukum Boyle: V = a/P (pada T, n tetap)
Hukum Charles: V = b.T (pada P, n tetap)
Hukum Avogadro: V = c.n (pada T, P tetap)
Jadi, V sebanding dengan T dan n, dan berbanding terbalik pada P. Hubungan ini dapat digabungkan menjadi satu persamaan:
V = RTn/P
atau
PV = nRT
R adalah tetapan baru. Persamaan di atas disebut dengan persamaan keadaan gas ideal atau lebih sederhana persamaan gas ideal. Nilai R bila n = 1 disebut dengan konstanta gas, yang merupakan satu dari konstanta fundamental fisika. Nilai R beragam bergantung pada satuan yang digunakan. Dalam sistem metrik, R = 8,2056 x10–2 dm3 atm mol-1 K-1. Kini, nilai R = 8,3145 J mol-1 K-1 lebih sering digunakan ( Setiawan, dkk., 2010 ).

2.3 Faktor Koreksi
Nilai BM hasil perhitungan akan mendekati nilai sebenarnya, tetapi masih mengandung kesalahan. Ketika labu erlenmeyer kosong ditimbang, labu ini penuh dengan udara. Setelah pemanasan dan pendinginan dalam desikator, tidak semua uap cairan kembali ke bentuk cairannya, sehingga akan mengurangi jumlah udara yang masuk kembali ke dalam labu erlenmeyer. Jadi massa labu erlenmeyer dalam keadaan ini lebih kecil dari pada massa labu erlenmeyer dalam keadaan semua uap cairan kembali kebentuk cairannya. Oleh karena itu massa cairan X sebenarnya harus ditambahkan dengan massa udara yang tidak dapat masuk kembali ke dalam labu erlenmeyer karena adanya uap cairan yang tidak mengembun. Massa udara tersebut dapat dihitung dengan menganggap bahwa tekanan parsial udara yang tidak dapat masuk sama dengan tekanan uap cairan pada suhu kamar. Nilai ini dapat diketahui dari literatur (Fransiska, 2012).

2.4 Senyawa Volatil
Senyawa volatil merupakan senyawa yang mudah menguap.Salah satu contoh senyawa vollatil adalah kloroform.Kloroform  merupakan senyawa yang memiliki titik didih yaitu 60oC oleh karenanya pemanasan harus konstan dan dijaga. Bila melewati titik didihnya maka kloroform akan habis menguap dan terlarut ke dalam larutannya (Heesun, 2011).

2.5 Aplikasi Cairan Volatil dalam Industri “Penyulingan Minyak Kayu Manis”
Minyak kayu manis yang diperoleh dari Cinnamomum zeylanicum Ness disebut minyak Cinnamon, sementara yang berasal dari Cinnamomum cassia disebut minyak Cassia. Minyak kayu manis dipergunakan sebagai flavouring agentdalam pembuatan parfum, kosmetik, dan sabun.
        Metode yang digunakan pada pengambilan minyak atsiri ini adalah penyulingan uap langsung.Penyulingan ini dapat mengurangi kehilangan minyak akibat adanya sebagian uap yang mengembun di dalam bahan dan jatuh kembali ke dalam air seperti yang terdapat pada penyulingan uap-air, maupun penyulingan air. Pengambilan minyak atsiri tidak hanya dilakukan dari kulit batang, tetapi juga dari daun kayumanis. Penelitian ini dilakukan dalam skala pilot plant menggunakan seperangkat alat penyulingan yang terdiri dari sebuah ketel uap, ketel suling, dan kondensor.Ketel uap dan kondensor diisolasi dengan asbes gulung untuk menghindari kehilangan panas dari dinding ketel dan tutup. Ketel suling dilengkapi oleh sebuah distributor uap yang berfungsi mengatur uap yang masuk ke dalam bahan yang akan disuling. Kondensor berfungsi mendinginkan minyak.Pemisahan minyak dilakukan secara dekantasi.Pada penelitian ini dicoba menvariasikan beberapa bentuk distributor untuk melihat pengaruh ketinggian bahan yaitu distributor uap gabungan horizontal dan vertikal (jenis 1), distributor uap vertikal (jenis 2), distributor uap vertikal cabang 4 (jenis 3), dan distributor uap horizontal.
Perlakuan terhadap bahan yang akan disuling berbeda menurut jenis bahan. Kulit kayumanis sebelum dimasukkan ke dalam ketel suling terlebih dahulu dilakukan
pengecilan ukuran yang bertujuan membuka jaringan minyak sehingga waktu penyulingan dapat dipersingkat. Untuk mengambil minyak dari daun kayumanis, perlu diperhatikan kadar air dan kelayuan bahan. Dalam penelitian ini, daun kayumanis yang akan disuling dilakukan penyimpanan untuk waktu yang berbeda.

·         Pengolahan Minyak atsiri secara umum
Produksi minyak atsiri dari tumbuh-tunbuhan dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu: (a) penyulingan (distillation), (b) pressing (expression), (c) ekstraksi menggunakan pelarut (solvent extraction), dan (d) adsorbsi oleh lemak padat (enfleurasi). Di antara keempat cara tersebut yang banyak digunakan oleh industri minyak atsiri adalah cara pertama dan ketiga.
Penyulingan adalah metoda ekstraksi yang tertua dalam pengolahan minyak atsiri.Metoda ini cocok untuk minyak atsiri yang tidak mudah rusak oleh panas, misalnya minyak cengkeh, nilam, sereh wangi, pala, akar wangi dan jahe.
Pengepresan dilakukan dengan memberikan tekanan pada bahan menggunakan suatu alat yang disebut hydraulic atau expeller pressing. Beberapa jenis minyak yang dapat dipisahkan dengan cara pengepresan adalah minyak almond, lemon, kulit jeruk, dan jenis minyak atsiri lainnya.
Ekstraksi minyak atsiri menggunakan pelarut, cocok untuk mengambil minyak bunga yang kurang stabil dan dapat rusak oleh panas. Pelarut yang dapat digunakan untuk mengekstraksi minyak atsiri antara lain kloroform, alkohol, aseton, eter, serta lemak. Sedangkan enfleurasi digunakan khusus untuk memisahkan minyak bunga-bungaan, untuk mendapatkan mutu dan rendemen minyak yang tinggi.
Penyulingan adalah suatu proses pemisahan secara fisik suatu campuran dua atau lebih produk yang mempunyai titik didih yang berbeda dengan cara mendidihkan terlebih dahulu komponen yang mempunyai titik didih rendah terpisah dari campuran.
Untuk mempermudah proses penyulingan minyak atsiri dapat dilakukan perlakuan pendahluan (penanganan bahan baku) dengan beberapa cara seperti pengeringan, pencucian dan perajangan.
Pengeringan dapat mempercepat proses ekstraksi dan memperbaiki mutu minyak, namun selama pengeringan kemungkingan sebagian minyak akan hilang karena penguapan dan oksidasi oleh udara. Beberapa jenis bahan baku tidak perlu dikeringkan, seperti jahe, lajagoan, dan bahan lain yang disuling dalam keadaan segar untuk mencegah kehilangan aroma yang diinginkan.
Pencucian biasanya dilakukan untuk bahan-bahan yang berasal dari tanah seperti akar wangi, dan rimpang.Tujuannya adalah untuk membersihkan bahan dari kotoran yang menempel, mencegah hasil minyak agar tidak kotor, dan efisiensi pemuatan bahan dalam ketel suling.
Perajangan bertujuan untuk memudahkan penguapan minyak atsiri dari bahan, memperluas permukaan suling dari bahan dan mengurangi sifat kamba.  Pada umumnya perajangan dilakukan pada ukuran 20 – 30 cm.
Dalam industri minyak atisiri dikenal 3 macam metode penyulingan yaitu (1) penyulingan dengan air (water distillation), (2) penyulingan dengan air-uap (water and steam distillation), (3) penyulingan dengan uap langsung (steam distillation).
Pada proses penyulingan ini, tekanan, suhu, laju alir, dan lama penyulingan diatur berdasarkan jenis komoditi. Lama penyulingan sangat bervariasi mulai dari 3-5 jam untuk sereh wangi, 5 – 8 jam untuk minyak nilam dan cengkeh, 10 – 14 jam untuk minyak pala, dan 10-16 jam untuk minyak akar wangi bergantung kepada  jenis bahan baku (basah / kering) dan penggunaan tekanan dan suhu penyulingan. Tekanan uap yang tinggi dapat menyebabkan dekomposisi pada minyak, oleh karena itu penyulingan lebih baik dimulai dengan tekanan rendah, kemudian meningkat secara bertahap sampai pada akhir proses.
Selama proses penyulingan, uap air yang terkondensasi dan turun ke dasar ketel harus dibuang secara periodik melalui keran pembuangan air untuk mencegah pipa uap berpori terendam, karena hal ini dapat menghambat aliran uap dari boiler ke ketel suling.
Pada proses pendinginan, suhu air pendingin yang masuk ke dalam tabung atau kolam pendingin yang ideal sekitar 25-30 derajat C, dan suhu air keluar maksimum 40 – 50 derajat C. Suhu air keluar tersebut dapat diatur dengan memperbesar / memperkecil debit air pendingin yang masuk ke dalam tabung / kolam pendingin.

Pemisahan minyak dari tabung pemisah sebaiknya “tidak diciduk” (diambil dengan gayung), karena hal itu akan menyebabkan minyak yang telah terpisah dari air akan kembali terdispersi dalam air dan sulit memisah kembali, sehingga mengakibatkan kehilangan (loses) (Yilga, 2012).

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1.    Bahan dan Fungsi
3.1.1   Aseton (CH3COCH3)
Fungsi : sebagai sample percobaan
A. Sifat Fisika
1. Merupakan cairan
2. Berat molekul                   : 58,08 g/mol
3. Tidak berwarna
4. Titik lebur                         : -95,35 °C
5. Titik didih                         : 56,2 °C
B. Sifat Kimia
1. Mudah terbakar
2. Hasil pembakaran CO dan CO2
3. Dapat menyebabkan iritasi pada kulit
4.Reaktif dengan reduktor
5.Reaktif dengan oksidator
(Sciencelab, 2013a).

3.1.2  Butanol (C4H9OH)
Fungsi : sebagai sample percobaan
A. Sifat Fisika
1. Massa Molar                     : 74,12 gr/mol
2. Merupakan cairan
3. Tidak berwarna
4. Titik lebur                         : -89,9°C
5. Titik didih                         : 117,7°C
B. Sifat Kimia
1. Produk pembakaran CO dan CO2
2. Merupakan produk stabil
3. Mudah terbakar
4.Reaktif dengan oksidator
5.Reaktif dengan reduktor
(Sciencelab, 2013b)

3.1.1  Parfum Victoria
Fungsi : sebagai sampel
A.    Sifat Fisika
1.      Cairan tidak berwarna
2.      Tidak berbau
3.      Titik lebur 21 °C
4.      Larut dalam air
5.      Pelarut universal
B.     Sifat Kimia
1.      Mudah terbakar
2. Memiliki pH = 7
3. Tidak mengkristal pada suhu rendah
4. Bereaksi dengan asam karboksilat
5. Dapat dioksidasi
(Rolifhartika,2014)

3.2.     Peralatan dan Fungsi
1.   Labu erlenmeyer
        Fungsi : sebagai tempat sample diuapkan.
2.   Penangas air
        Fungsi : sebagai tempat pemanasan.
3.   Neraca digital
        Fungsi : sebagai alat untuk menimbang sampel.
4.   Desikator
Fungsi : sebagai alat untuk menyerap partikel air.
5.   Gelas ukur
Fungsi : sebagai alat mengukur volume zat cair.
6.   Termometer
Fungsi : sebagai alat pengukur suhu larutan.
7.   Aluminium foil
Fungsi : sebagai penutup mulut labu erlenmeyer.
8.   Karet gelang
Fungsi : sebagai pengedap udara.
9.   Jarum
Fungsi : sebagai pembuat lubang pada aluminium foil.
10.  Penjepit tabung
Fungsi : sebagai alat untuk menjepit labu erlenmeyer.
11.  Pipet tetes
Fungsi : sebagai pemindah cairan dalam volume yang sangat kecil.

3.3    Prosedur Percobaan
1.      Labu erlenmeyer kosong ditimbang dengan menggunakan neraca digital.
2.      Labu Erlenmeyer ditutup dengan aluminiumfoil kemudian dikencangkan dengankaretgelang
3.      Labu erlenmeyer kosong, aluminiumfoil, dan karet gelang ditimbang dengan menggunakan neraca digital.
4.      Alumunium foil yang menutup labu erlenmeyer dibuka kemudian dimasukkan cairan volatil kedalamnya, kemudian ditutup kembali dengan menggunakan alumunium foil dan karet gelang yang sama. Kemudian dengan jarum kecil dibuat lubang pada penutupnya.
5.      Labu erlenmeyer direndam  dalam penangas air bersuhu ± 100oC. Biarkan hingga semua cairan volatil menguap, kemudian catatsuhu pada penangas ketika cairan volatil menguap.
             6.   Setelah semua cairan volatil menguap, labu erlenmeyer diangkat dari penangas air.  

                   Bagian luarnya dikeringkan menggunakan kain lap dan didinginkan di dalam desikator
                   sekitar 30 menit sehingga udara masuk kembali mengembun menjadi cairan.
7.      Setelah uap dalam labu Erlenmeyer mengembun menjadi cairan, labu erlenmeyer dikeluarkan dari desikator kemudian ditimbang tanpa melepas alumunium foil dan karet gelang.
8.      Volume labu ditentukan dengan cara mengisi labu erlenmeyer dengan air sampai penuh, timbangberatnya dan kemudian hitung suhunya.
9.      Dengan menggunakan massa cairan volatil dan volume labu, massa jenis dapat dihitung.
10.      Hitung berat molekul cairan volatil menggunakan persamaan gas ideal
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan
4.1.1 Data Hasil Percobaan
Tabel 4.1 Data Hasil Percobaan

Sampel

        Aseton
(CH3COCH3)

      1-Butanol
(C4H9OH)

Parfum
Victoria
Run
I
II
I
II
I
II
Massa labu Erlenmeyer
110,71 g
131,34 g
110,71 g
131,34 g
110,71 g
131,34 g
Massa labu erlenmeyer, aluminium foil dan karet gelang

111,01 g

131,78 g

111,13 g

131,75 g

111,07 g

131,67 g
Massa labu erlenmeyer, aluminium foil, karet gelang dan cairan volatil

111,37 g

132,12 g

111,27 g

131,83 g

115,61 g

133,68 g
Massa labu erlenmeyer dan air
400,71 g
430,8 g
401,98 g
431,79 g
409 g
427,22 g
Massa air
290 g
299,46 g
291,27 g
300,45 g
298,29 g
295,88 g
Massa cairan volatil
0,36 g
0,34 g
0,14 g
0,08 g
4,9 g
2,34 g
Suhu penangas air ketika cairan volatil menguap
90,9 °C
91,2 °C
93,2 °C
93,4 °C
94 °C
94 °C
Suhu air yang terdapat dalam labu Erlenmeyer
31 °C
31 °C
32 °C
32 °C
33 °C
33 °C
Massa labu Erlenmeyer, aluminium foil, karet gelang dan cairan volatil setelah didinginkan

111,31 g

132 g


111,23g


131,81 g


112,12 g


132,07 g



4.1.2  Data Perbandingan Teori dengan Percobaan
Tabel 4.2  Perbandingan Teori Berat Molekul dengan Percobaan
Sampel
Run
BM praktek (gr/mol)
BM teori
(gr/mol)
Ralat
(%)
Aseton (CH3COCH3)
I
36,89
58
36,38%
II
         33,79
41,74%
1-butanol (C4H9OH)
I
14,37
74
80,58%
II
7,97
89,23 %

4.2        Pembahasan
4.2.1 Aseton (CH3COCH3)
Hasil yang diperoleh untuk sampel Aseton (CH3COCH3) pada run I sebesar 36,89 gr/mol, pada run II sebesar 33,79 gr/mol. Jika dibandingkan dengan berat molekul teorinya yaitu 58 gr/mol akan diperoleh persen ralat pada run I sebesar 36,38% dan pada run II sebesar 41,74%.
Adapun ralatyang dihasilkan sedemikian besar dikarenakan oleh beberapa hal, yaitu:
1.   Tingkat ketelitian dari neraca elektrik yang digunakan.
2.   Lubang tempat keluarnya uap dibuat terlalu besar sehingga banyak uap yang keluar dari erlenmeyer selama pemanasan.
3.   Labu erlenmeyer berisi sampel sudah dikeluarkan dari desikator sebelum semua uap mengembun kembali.
4.   Tidak sesuainya keadaan gas pada percobaan dengan hukum gas ideal yang digunakan dalam perhitungan hasil percobaan.

4.2.2 1-butanol (C4H9OH)
Pada percobaan Berat Molekul Volatil, cairan volatil dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer kemudian ditutup dengan aluminium foil dan dieratkan dengan karet gelang. Setelah ditutup, aluminium foil dilubangi dengan jarum agar uap yang tebentuk dapat keluar dari labu. Setelah dilubangi, labu erlenmeyer dipanaskan dalam penangas air hingga seluruh cairan menguap. Uap ini kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Cairan yang terbentuk kemudian ditimbang. Massa cairan yang terbentuk selanjutnya dimasukkan dalam persamaan rumus gas ideal yaitu :

Pada saat kesetimbangan, tekanan (P) = tekanan udara luar (1 atm), suhu (T) = suhu desikator, dan volume (V) = volume erlenmeyer. Dengan demikian berat molekulnya dapat dihitung. Pada sampel 1-butanol diperoleh berat molekul pada run I sebesar 14,37 gr/mol dan pada run II sebesar 7,97 gr/mol. Sedangkan dibandingkan dengan berat molekul teorinya 74 gr/mol maka diperoleh % ralat pada run I sebesar 80,58% dan pada run II sebesar 89,23 %.
Pada percobaan ini, temperatur dan tekanan juga mempengaruhi perhitungan berat molekul. Karena uap cairan volatil bukanlah merupakan gas ideal, maka sebenarnya di sini tejadi penyimpangan dari hukum gas sederhana P.V = n.R.T.
Yang menjadi sumber kesalahan pada percobaan ini sehingga terdapat perbedaan hasil praktek dan teori adalah:
1.   Tingkat ketelitian dari neraca analitik yang digunakan.
2.   Ketidaktelitian praktikan pada waktu mengamati semua cairan volatil menguap.
3.   Lubang tempat keluarnya uap dibuat terlalu besar sehingga banyak uap yang keluar dari erlenmeyer selama pemanasan.
4.   Erlenmeyer berisi sampel dikeluarkan dari desikator sebelum semua uap mengembun kembali.
5.   Tidak sesuainya keadaan gas pada percobaan dengan hukum gas ideal yang digunakan dalam perhitungan hasil percobaan.
Agar berat molekul hasil percobaan lebih mendekati berat molekul sebenarnya, maka berat cairan volatile tersebut harus ditambah dengan berat udara yang tidak dapat masuk kembali ke dalam labu erlenmeyer. Massa yang ditambahkan inilah yang disebut faktor koreksi.
Adapun kelebihan dari metode ini adalah sebagai berikut :
1.Dengan metode ini, kita dapat menentukan berat molekul suatu senyawa volatil dengan peralatan yang lebih sederhana.
2.   Percobaan ini menggunakan penangas air sebagai pengatur suhu sehingga percobaan ini lebih cocok untuk senyawa yang memiliki titik didih kurang dari 100oC.
Adapun kelemahan dari metode ini adalah sebagai berikut :
1.   Ketidaktepatan pengamatan pada saat cairan telah menguap semua atau sebelum dapat mengakibatkan kesalahan dalam perhitungan.
Metode penentuan berat molekul ini tidak cocok untuk senyawa dengan titik didih di atas 100 oC.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1         Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari percobaan Berat Molekul Volatil adalah :
1.        Berat molekul dari sampel aseton pada run I sebesar 36,89 gr/mol dan pada run II sebesar 33,79 gr/mol.
2.        Persenr alat dari sampel aseton pada run I sebesar 36,38% dan pada run II sebesar 41,74%.
3.        Berat molekul dari sampel 1-butanol pada run I sebesar 14,37 gr/mol dan pada run II sebesar 7,97gr/mol.
4.        Persen ralat dari sampel 1-butanol pada run Isebesar 80,58% dan pada run II sebesar 89,23%.
5.        Suhu air pada Erlenmeyer pada saat melakukan percobaan pada aseton pada run I dan II 31 oC, pada 1-butanol pada run I dan run II 32 oC, dan pada Parfum Victoria pada run I  dan run II 33 oC.

5.2         Saran
Adapun saran yang perlu diperhatikan pada percobaan Berat Molekul Volatil adalah :
1.        Sebaiknya digunakan neraca analitik sebagai alat timbangan karena ketelitian pada 0,1 gr dalam penimbangan sangat berpengaruh banyak dalam penentuan berat molekul.
2.        Lubang tempat keluarnya uap sebaiknya tidak dibuat terlalu besar sehingga sampel yang akandiberi pemanasan tidak menguap semuanya.
3.        Pada saat pengambilan sampel, sebaiknya wadah sampel segera ditutup rapat karena sampel bersifat volatil (mudah menguap).
4.        Pada saat pemanasan, sebaiknya Erlenmeyer diangkat dari penangas air dengan selang waktu tertentu untuk memastikan apakah larutan sudah menguap semua atau belum.
5.   Erlenmeyer harus dipastikan benar-benar kering dengan mengelapnya sebelum didinginkan di desikator untuk mendapat hasil yang maksimal.
6.        Sebaiknya percobaan ini dilakukan oleh minimal tiga orang pratikan, supaya hasil yang didapatkan lebih baik.
7.        Sebaiknya pratikan lebih hati – hati dalam pengisian data percobaan, supaya tidak ada data yang salah.

DAFTAR PUSTAKA
Andriyawati, dkk. 2012. Makalah Sifat-sifat Gas Ideal dan Gas Nyata. http://navieckanichlany.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 28 Mei 2014.
Aprina, dkk,. 2012. Makalah Thermodinamika Gas Ideal. Lampung : Institut Agama Islam Negeri Raden Intan.
Ditawati, Fransisca. 2012. Penentuan Berat Molekul Senyawa Berdasarkan Pengukuran Massa Jenis Gas. http://fransisca4ict.wordpress.com/. Diakses pada tanggal 28 Mei 2014.
Heesun, Ipheh. 2011. Laporan Kimia Organik-Isolasi Senyawa Volatil dari Kulit Jeruk Nipis. http://ipheh-heesun.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 29 Mei 2014.
Rolifhartika, 2014. Sifat Fisika dan Kimia Alkohol. http://rolifhartika.wordpress.com/. Diakses pada tanggal 30 Mei 2014.
Sciencelab.2014a. Acetone. http://sciencelab.com/. Diakses pada tanggal 29 Mei 2014.
________. 2014b. Butanol. http://sciencelab.com/. Diakses pada tanggal 29 Mei 2014.
Setiawan, dkk,. 2010. Gas Ideal. Jambi: Universitas Jambi.
Vanessa, Dyan. 2011. Penentuan Berat Molekul. http://kimiadyan.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 30 Mei 2014.
Yilga. 2012. Pengolahan Kayu Manis Menjadi Minyak Atsiri. http://yilgamunthe.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 30 Mei 2014.


Komentar

  1. If you're trying to burn fat then you need to get on this totally brand new custom keto diet.

    To produce this keto diet, licenced nutritionists, fitness trainers, and chefs have joined together to provide keto meal plans that are effective, suitable, money-efficient, and satisfying.

    From their first launch in 2019, 1000's of individuals have already transformed their figure and health with the benefits a proper keto diet can offer.

    Speaking of benefits; clicking this link, you'll discover eight scientifically-proven ones provided by the keto diet.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer